Jumat, 16 September 2011

Indikator Keberhasilan Pendidikan

Indikator Keberhasilan Pendidikan

Kesejahteraan mahasiswa mestinya diangkat menjadi indikator keberhasilan pendidikan/pembelajaran di suatu perguruan tinggi. Kalau dengan sistem pendidikan yang ada sekarang ini mahasiswa menjadi tidak betah belajar, tidak nikmat berada di lingkungan kampus, mestinya ada sesuatu yang salah dalam sistem pendidikan/pembelajaran kita. Asumsi-asumsi yang melandasinya? Konsep-konsepnya? Atau, mungkin hanya pelaksanaannya?
Kita mungkin perlu kembali melihat asumsi-asumsi tentang mahasiswa  yang melandasi sistem pendidikan kita. Asumsi-asumsi yang perlu dipatok sebagai landasan pengembangan konsep pemberdayaan belajar mahasiswa, yang pada gilirannya juga menjadi landasan praktek pendidikan  di perguruan tinggi.
  • Mahasiswa adalah makhluk yang bebas membentuk dirinya sendiri
  • Mahasiswa adalah makhluk yang bermartabat
  • Mahasiswa mampu mengontrol dirinya sendiri
  • Mahasiswa adalah "si belajar" dengan karakteristiknya yang khas
 Konsep pendidikan juga perlu ditinjau lagi. Secara sederhana kita sering mengungkapkan bahwa pendidikan dimaksudkan untuk menanamkan nilai yang kita anggap "baik" dalam diri mahasiswa. Kalau kita mengembangkan suatu konsep bahwa mahasiswa harus diberdayakan untuk belajar, maka konsep pendidikan seperti itu tidak cocok. Mahasiswa bukanlah ladang yang subur tempat orang dosen menanamkan pikirannya. Hubungan dosen dengan mahasiswa tidak dapat dilakukan  seperti halnya hubungan seorang petani dengan ladangnya.
Konsepsi pemberdayaan belajar mahasiswa sangat penting untuk diimplementasi. Masa depan bangsa dan negara kita ada di tangan mereka, yang sekarang ini kita sebut sebagai Mahasiswa. Masa kini adalah masa kita, masa depan adalah masa mereka. Mereka akan mampu melanjutkan membangun bangsa ini, sebagaimana yang dapat kita lakukan sekarang, kalau mereka menyiapkan diri untuk mengambil peran itu  --bukan disiapkan.
Masih banyak fenomena pendidikan/pembelajaran lainnya yang sekarang ini terjadi tanpa disadari mengapa itu dilakukan. Upaya-upaya untuk memperbaikinya juga tidak mudah dilaksanaakan -- ibarat sebagai penyakit keturunan amat sukar disembuhkan. Bagaimanapun juga, untuk memperbaiki penyelenggaraan pendidikan/pembelajaran di perguruan tinggi membutuhkan informasi yang memadai tentang karakteristik belajar mahasiswa dan bagaimana menata lingkungan agar mahasiswa dapat belajar dengan caranya yang terbaik.
Salah satu karakteristik mahasiswa, terutama mahasiswa-mahasiswa yang termasuk berbakat, adalah kebutuhan akan kebebasan dalam melakukan kontrol diri. Fenomena-fenomena pendidikan di atas nyata sekali membatasi kebebasan mahasiswa untuk bertindak kreatif-produktif. Hampir semua perilaku dikontrol oleh kondisi atau sistem yang berada di luar diri mahasiswa sehingga yang terbentuk nantinya adalah mahasiswa-mahasiswa yang "manis" dan "patuh" pada kehendak lingkungan.
Secara khusus, meskipun keinginan belajar, cara belajar, dan hal-hal lain yang terkait dengan pemberdayaan belajar  mahasiswa banyak tergantung pada pembawaan, namun sejauh mana belajar itu benar-benar terjadi dalam diri mahasiswa tergantung pula pada kondisi lingkungannya. Banyak mahasiswa yang memiliki potensi belajar tinggi (terutama pada mahasiswa berbakat) tidak dapat menunjukkan keunggulannya karena lingkungannya secara sistematik dan sistemik menghambat pertumbuhan belajarnya. Oleh karena itu, siapapun dia, apabila berniat memberdayakan belajar mahasiswa tatalah lingkungan belajar agar mahasiswa bebas dalam menikmati dunia belajar yang sesungguhnya.
Perguruan tinggi dewasa ini kurang mampu menampilkan diri dalam upaya menjawab tantangan ini. Di berbagai perguruan tinggi,  sangat mudah ditemukan fenomena-fenomena yang secara sistematik dapat menghancurkan gairah belajar mahasiswa. Perguruan tinggi tidak dirancang dengan baik untuk menumbuhkan pribadi-pribadi unggul yang nantinya benar-benar mampu hidup  di era baru.

0 komentar:

Posting Komentar