Jumat, 16 September 2011

Kajian Teoritik E-learning Sebagai Media Pembelajaran

Kajian Teoritik E-learning Sebagai Media Pembelajaran


Banyak pakar pendidikan memberikan defenisi mengenai E- Learning , seperti yang dipaparkan oleh Siahaan (2004) dalam ”Penerapan E-Learning Dalam Pembelajaran” (Yani : 2007) bahwa E-Learning  merupakan suatu pengalaman belajar yang disampaikan melalui teknologi elektronika. Secara utuh E-Learning (pembelajaran elektronik) dapat didefenisikan sebagai upaya menghubungkan pebelajar (peserta didik)  dengan sumber belajarnya (database, pakar/instruktur, perpustakaan) yang secara fisik terpisah atau bahkan berjauhan namun dapat saling berkomunikasi, berinteraksi atau berkolaborasi secara langsung/synchronous dan secara tidak langsung/asynchronous. E-Learning merupakan bentuk pembelajaran/pelatihan jarak jauh yang memanfaatkan teknologi telekomunikasi dan informasi , misalnya internet, video/audio broadcasting, video/audio conferencing, CD-ROOM (secara langsung dan tidak langsung).
Jaya Kumar C dalam (Suyanto : 2005) , mendefinisikan E-Learning sebagai sembarang pengajaran dan pembelajaran yang menggunakan rangkaian elektronik (LAN, WAN, atau internet) untuk menyampaikan isi pembelajaran, interaksi, atau bimbingan. Rosenberg  dalam (Suyanto : 2005) juga menekankan bahwa E-Learning merujuk pada penggunaan teknologi internet untuk mengirimkan serangkaian solusi yang dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan. Bahkan Onno W. Purbo menjelaskan bahwa istilah “E” atau singkatan dari elektronik dalam E-Learning digunakan sebagai istilah untuk segala teknologi yang digunakan untuk mendukung usaha-usaha pengajaran lewat teknologi elektronik internet (Suyanto : 2005).
Rosenberg mengkategorikan tiga kriteria dasar yang ada dalam E-Learning, yaitu:
  1. E-Learning bersifat jaringan, yang membuatnya mampu memperbaiki secara cepat, menyimpan atau memunculkan kembali, mendistribusikan, dan sharing pembelajaran dan informasi. Persyaratan ini sangatlah penting dalam E-Learning, sehingga Rosenberg menyebutnya sebagai persyaratan absolut.
  2. E-Learning dikirimkan kepada pengguna melalui komputer dengan menggunakan standar teknologi internet. CD-ROOM, Web TV, Web Cell Phones, pagers, dan alat bantu digital personal lainnya walaupun bisa menyiapkan pesan pembelajaran tetapi tidak bisa digolongkan sebagai E-Learning.
  3. E-Learning terfokus pada pandangan pembelajaran yang paling luas, solusi pembelajaran yang mengungguli paradigma tradisional dalam pelatihan (Suyanto : 2005).
Saat ini E-Learning telah berkembang dalam  berbagai model pembelajaran yang berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi seperti:  CBT (Computer Based Training), CBI (Computer Based Instruction), Distance Learning, Distance Education, CLE (Cybernetic Learning Environment), Desktop Videoconferencing, ILS (Integrated Learning Syatem), LCC (Learner-Cemterted Classroom), Teleconferencing, WBT (Web-Based Training).
E-Learning   merupakan   metode   pembelajaran   yang   berfungsi   sebagai   pelengkap   metode pembelajaran  konvensional  dan  memberikan  lebih  banyak  pengalaman  afektif  bagi  pelajar. Singkatnya,  E-Learning  menggunakan  teknologi  untuk  mendukung  proses  belajar. Inti  dari  E-Learning ialah metode dimana peserta didik diposisikan  sebagai prioritas utama dengan meletakan semua sumber bahan ajar di genggamannya. Peserta didik akan dapat mengatur durasi mata kuliah  dalam  mempelajarinya dan  akan  mampu  menyerap  serta  mengembangkan  pengetahuan dan keahlian dalam sebuah lingkungan yang telah dibentuk khusus bagi dirinya.
Perbedaan Pembelajaran konvensional dengan E-Learning yaitu pada pembelajaran konvensioanal guru dianggap sebagai orang yang serba tahu dan ditugaskan untuk menyalurkan ilmu pengetahuan kepada pelajarnya. Sedangkan di dalam E-Learning fokus utamanya adalah pelajar. Pelajar mandiri pada waktu tertentu dan bertanggung jawab untuk pembelajarannya. Suasana pembelajaran E-Learning akan memaksa pelajar memainkan peranan yang lebih aktif dalam pembelajarannya. Pelajar membuat perancangan dan mencari materi dengan usaha, dan inisiatif sendiri. Menurut Reza Syaeful (2007), perbedaan pembelajaran E-Learning dengan metode pengajaran konvensional adalah sebagai berikut :
Elearning
Metode Pengajaran Konvensional
Bergantung pada motivasi diri pelajar Pengajar memainkan peran dalam memotivasi dan membimbing pelajar
Tes dan ujian dilakukan sesuai dengan kecepatan daya tangkap si pelajar Tes dan ujian dilakukan sesuai jadwal yang telah ditentukan secara umum.
Metode inovatif diperlukan untuk mengadakan test dan eksperimen praktek. Laboratorium tersedia dalam melakukan kegiatan tes dan eksperimen praktek
Durasi mata pelajaran ditentukan oleh pelajar Institusi memiliki kalendar dan durasi tetap bagi tiap mata pelajaran
Lebih sukses dalam jumlah pelajar yang mengikuti pembelajaran online Kegiatan belajar dibatasi pada mereka yang bersekolah di institusi tersebut
Dalam pendidikan konvensional fungsi E-Learning bukan untuk mengganti, melainkan memperkuat model pembelajaran konvensional. Dalam hal ini Cisco (2001) menjelaskan filosofis E-Learning sebagai berikut:
  1. E-Learning merupakan penyampian informasi, komunikasi, pendidikan, pelatihan secara online.
  2. E-Learning menyediakan seperangkat alat yang dapat memperkaya nilai belajar secara konvensional (model belajar konvensional, kajian terhadap buku teks, CD-ROOM, dan pelatihan berbasis komputer) sehingga dapat menjawab tantangan perkembangan globalisasi
  3. E-Learning tidak berarti menggantikan model belajar konvensional di dalam kelas, tetapi memperkuat model belajar tersebut melalui pengayaan content dan pengembangan teknologi pendidikan.
  4. Kapasitas siswa sangat bervariasi tergantung pada bentuk isi dan cara penyampaiannya. Makin baik keselarasan antar content dan alat penyampai dengan gaya belajar, maka akan lebih baik kapasitas siswa yang pada gilirannya akan memberi hasil yang lebih baik
E-Learning   bukan   hanya   sekedar   kursus   online,   akan   tetapi   juga   membantu   memperluas wawasan. Metode ini memberikan akses kepada informasi online, juga tersedia jaringan dimana para  individu  dapat  saling  memecahkan masalah, disana terdapat para pengajar yang hadir untuk menyediakan bimbingan dan nasihat. Menurut Reza Syaeful (2007), E-Learning  menawarkan  kesempatan  akademis  yang  unik  untuk  memperluas  pengetahuan peserta didik.
Dalam dunia pembelajaran elektonik, ada keuntungan langsung yang diperoleh melalui E-Learning seperti :
  1. Membantu munculnya pertanyaan yang lebih interaktif dan berlingkup luas.
  2. Mendukung  dan memfasilitasi kolaborasi tim dan juga   memperluas kemudahan untuk mengakses pendidikan melampaui batasan institusi, geografis dan budaya.
  3. Catatan  kelas  dan  materi  langsung  tersedia  di  Internet  dimana  para  pelajar  dapat mengakses    situs    tersebut    dari    belahan    dunia manapun.    Ini    berbeda    dengan pembelajaran  jarak  jauh (distance  learning)  dimana  peserta didik  diberikan materi  kelas dan mempelajarinya sendiri sampai dengan waktu ujian
  4. E-Learning sangat interaktif, software yang  tesedia   memungkinkan   peserta didik untuk berkomunikasi, tidak hanya dengan pengajar tetapi juga dengan sesama peserta didik.
  5. E-Learning  memiliki  kemampuan  untuk  berkomunikasi  secara  konsisten  pada  peserta didik  dengan menyediakan informasi dan konsep yang sama, berbeda dengan pembelajaran di kelas dimana instruktur yang berbeda mungkin tidak akan mengikuti kurikulum yang sama atau bahkan mengajarkan hal yang berbeda di dalam kurikulum.
  6. E-Learning  merupakan  solusi  murah  dalam  hal  jumlah  peserta didik  tiap  instruktur.  Sebagai tambahan, ini juga mengurangi waktu belajar di kelas dan sangat berguna bagi peserta didik yang memiliki pekerjaan tetap.
  7. Peserta didik, instruktur dan penilai dapat mengawasi hasil belajar dengan mudah.
Menurut Siahaan (2004) dalam (Yani : 2007), setidaknya ada tiga fungsi E-Learning terhadap kegiatan pembelajaran di dalam kelas (classroom instruction)
  1. Suplemen (tambahan). Dikatakan berfungsi sebagai suplemen apabila peserta didik mempunyai kebebasan memilih, apakah akan memanfaatkan materi pembelajaran elektronik atau tidak. Dalam hal ini tidak ada keharusan bagi peserta didik untuk mengakses materi. Sekalipun sifatnya opsional, peserta didik yang memanfaatkannya tentu akan memiliki tambahan pengetahuan atau wawasan.
  2. Komplemen (pelengkap). Dikatakan berfungsi sebagai komplemen apabila materi pembelajaran elektronik diprogramkan untuk melengkapi materi pembelajaran yang diterima peserta didik di dalam kelas. Sebagai komplemen berarti materi pembelajaran elektronik diprogramkan untuk melengkapi materi pengayaan atau remedial. Dikatakan sebagai pengayaan (enrichment), apabila kepada peserta didik yang dapat dengan cepat menguasai/ memahami materi pelajaran yang disampaikan pada saat tatap muka diberi kesempatan untuk mengakses materi pembelajaran elektronik yang memang secara khusus dikembangkan untuk mereka. Tujuannya agar semakin memantapkan tingkat penguasaan terhadap materi pelajaran yang telah diterima di kelas. Dikatakan sebagai program remedial, apabila peserta didik  yang mengalami kesulitan memahami materi pelajaran pada saat tatap muka diberikan kesempatan untuk memanfaatkan materi pembelajaran elektronik yang memang secara khusus dirancang untuk mereka. Tujuannya agar peserta didik semakin mudah memahami materi pelajaran yang disajikan di kelas.
  3. Substitusi (pengganti). Dikatakan sebagai substitusi apabila E-Learning dilakukan sebagai pengganti kegiatan belajar, misalnya dengan menggunakan model-model kegiatan pembelajaran. Ada tiga model yang dapat dipilih, yakni : (1) sepenuhnya secara tatap muka (konvensional), (2) sebagian secara tatap muka dan sebagian lagi melalui internet, atau (3) sepenuhnya melalui internet.

0 komentar:

Posting Komentar